Selasa, 31 Maret 2009

Sumur Minyak Babelan Menelan Korban, Amdalnya Baru Dibahas

Pagi itu tak lagi dingin. Mentari sudah beranjak naik, tapi kehangatan sinarnyatak bisa membangunkan perkampungan yang ditinggalkan penghuninya itu. Kamis duapekan lalu, di pekarangan, di sudut-sudut kampung, bangkai ayam dan kambingmasih berserakan. Perkampungan di Desa Buni Bakti, Babelan, pun tersaput senyapyang mencekam.Biang semua itu adalah kebocoran satu dari enam belas sumur minyak milikPertamina, 20 kilometer dari Bekasi atau 40 kilometer dari jantung Jakarta.Selasa pagi, 16 Maret lalu, warga yang mengawali kegiatan rutinnya terkejut olehledakan yang terdengar hingga radius seribu meter. Kepanikan makin merebakketika bau gas menyebar menusuk hidung. "Dada kami sesak. Mata perih. Kamiberlarian mencariperlindungan," kata Yamin, warga yang rumahnya hanya beberapa puluh meter darisumber ledakan.Siang itu pula ribuan warga dari dua desa terdekat, Desa Buni dan Hurip Jaya,mengungsi. Mereka membanjiri gedung sekolah, kantor desa, dan madrasah dikampung yang tak terjangkau gas. Menurut data Departemen Kesehatan, 204 wargadirawat di pusat kesehatan masyarakat terdekat. Mereka mengeluh sulit bernapasatau merasa lemas. Dua orang di antaranya malah harus dirawat di Rumah SakitUmum Daerah Bekasi.Bambang Busono, Manajer Umum Pertamina Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Barat,membenarkan adanya semburan liar (blow-out) gas tanpa api di sumur minyak PondokTengah 01. Kebocoran terjadi pada silang sembur (X-three) di bagian kepalasumur. Menurut Bambang, pipa kepala sumur tak bisa menahan desakan gas perutbumi yang jauh melebihi daya tahannya.Untuk menghentikan kebocoran, tim Keselamatan dan Kesehatan Kerja WilayahCirebon diturunkan. Mereka mencoba memasang tudung penutup (capping) pada kepalasumur. Mencegah terjadinya kebakaran, petugas pun menyemprot sumur dengan airdari berbagai arah. Minyak yang telanjur tumpah kemudian dialirkan ke kolampenampungan. Seminggu kemudian, semburan gas setinggi 20 meter itu baru bisajinak. Tapi sempat terjadi kebakaran ketika petugas memasang pipa penutupsemburan (blow-out preventer). Diduga, kebakaran dipicu percikan api akibatgesekan logam.Semburan dan kebakaran akhirnya memang teratasi. Tapi masalah tak langsungpergi. Embun minyak dan gas yang telanjur muncrat ke udara terlalu bebal untukbisa dibersihkan begitu saja. Maklum, berat jenis gas dan minyak lebih tinggiketimbang udara. Saat udara mendingin, misalnya pagi hari, gas dan embun minyakturun ke permukaan bumi. Selain menempel di tumbuhan, gas dan minyak itu terisaphewanatau manusia.Empat hari setelah ledakan, ketika gas masih menyembur, pihak Pertamina menjamingas dari sumur Pondok Tengah 01 aman bagi lingkungan dan manusia. Mereka merujukhasil penelitian tim dari Elnusa yang, menurut juru bicara Pertamina, SriKustini, tak menemukan zat berbahaya. Tapi siapa mau percaya begitu saja?Banyaknya penderita masalah pernapasan serta matinya ratusan ternak tetapmencemaskan warga. Lagi pula, sampai saat itu, bau gas masih tercium hinggaradius satu kilometer.Bahkan jajaran Departemen Kesehatan punya kekhawatiran senada. Departemen inikemudian menurunkan tim dari Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Jakarta.Tujuh anggota tim itu ditugasi meneliti sampel air, tanah, dan udara di sekitarlokasi kejadian. Target utamanya memastikan ada atau tidaknya zat berbahaya.Setelah lima hari bekerja, tim Departemen Kesehatan menghasilkan kesimpulanbernada peringatan."Kami tak berani menyatakan udara di sana aman," kata Maaruf, Kepala BTKLJakarta, yang sekaligus memimpin tim Departemen Kesehatan. Pada tahap awal,menurut Maaruf, pengujian laboratorium memang tak menemukan kandungan zatpencemar tanah, air, dan udara yang melampaui ambang batas. Kandungan nitrogendioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfida (H2S), dan amonia padaudara di permukiman warga, misalnya, masih pada batas aman.Cuma, kenyataan di lapangan membuat tim peneliti tetap penasaran. "Banyak orangsakit. Banyak hewan mati. Kami menghadapi pertanyaan besar," ujar Maaruf.Penelitian pun dilanjutkan dengan melibatkan parameter yang lebih banyak danpengujian laboratorium yang lebih cermat. Hasilnya, di sekitar sumur bocorditemukan jenis-jenis gas beracun, antara lain styrene, xylene, toluen, benzene,dan n-hexane."Secara kualitatif kita menemukan gas-gas beracun. Kuantitasnya masih kitateliti," kata Maaruf.Gas beracun ini, menurut Maaruf, bisa menyerang organ tubuh dengan gejala hampirserupa. Organ paling rentan antara lain mata, kulit, pernapasan, sistem sarafpusat, hati, ginjal, dan alat reproduksi. Gejalanya bisa iritasi pada mata,hidung, atau tenggorokan. Gejala lainnya rasa mual, pusing, sakit kepala, sakitperut, atau kecapekan. Dari temuan inilah, tim Depertemen Kesehatanmerekomendasikan agar lahan di sekeliling sumur minyak dibebaskan daripermukiman warga. "Paling tidak, untuk radius seribu meter, jangan adaperumahan," ujar Maaruf.Toh, Pertamina tetap yakin kawasan itu aman. Unsur-unsur yang ditemukan timDepartemen Kesehatan, kata Bambang Busono, sangat rendah kadarnya dan segeranetral saat bercampur dengan udara. "Bahwa warga sekitar sumur pernahdiungsikan, itu bukan karena ada gas beracun. Itu untuk mencegah kebakaran,"ujarnya.Benarkah aman? Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta menilai, tanpakebocoran pun, sumur-sumur minyak di Babelan tetap sumber pencemaran. Bocornyasumur minyak Pondok Tengah 01, menurut Walhi, hanya penegasan atas proseseksploitasi alam yang mengabaikan keselamatan lingkungan.Direktur Walhi Jakarta, Slamet Daroyni, mengungkapkan sejumlah fakta. SaatPertamina melakukan uji seismik untuk memastikan kandungan minyak, lingkungandan warga Babelan sudah terganggu. Peledakan dinamit berkekuatan besar,misalnya, telah membuat rumah warga retak-retak.Saat sumur bocor, kata Slamet, pencemaran lingkungan bisa dilihat dengan matatelanjang. Gas bercampur minyak yang turun lagi ke permukaan tanah telahmencemari lahan pertanian warga.Akibatnya, belasan hektare padi warga musnah. "Daun dan buah padi yangterbungkus minyak menguning sebelum waktunya. Apa itu bukan pencemaran?" katadia gemas.Yang makin membuat runyam masalah, menurut Slamet, sumur-sumur minyak Pertaminadibangun terlalu dekat dengan permukiman. Padahal, untuk kegiatan serupa, jarakminimal dengan rumah warga tak boleh kurang dari dua kilometer. "Temuan kami dilapangan, ada rumah warga yang jaraknya hanya 20 meter," tutur Slamet.Dari sinilah Walhi Jakarta mencium adanya ketidakberesan dalam proses perizinan.Mereka mencurigai dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal)sumur-sumur minyak itu. "Kami curiga tak ada amdalnya." Kalaupun dokumenamdalnya ada, menurut Slamet, warga masih berhak mempersoalkan materinya.Pasalnya, selama ini, warga tak pernah diberi penjelasan lengkap tentang segalarisiko akibat proyek eksplorasi itu.Kecurigaan Slamet tak berlebihan. Setidaknya untuk sumur minyak yang bocor itu.Kepala Seksi Teknis Amdal Kabupaten Bekasi, Dian Kusmayadi, mengungkapkan bahwaproyek Pondok Tengah 01 memang belum memiliki amdal. Pada 2003, Pertamina barumengajukan kerangka acuan amdal. Tapi dokumen awal itu baru dibahas KementerianLingkungan Hidup pekan ini. "Harusnya ada amdal dulu, baru ada kegiatan," ujarDian.Pihak Pertamina sendiri mengakui pembahasan amdal sumur Pondok Tengah 01 barudilakukan pekan ini.Namun Pertamina membantah telah melanggar prosedur. Menurut Bambang, kegiataneksplorasi dan pembahasan amdal bisa jalan berbarengan. Alasannya, rencanapenanggulangan lingkungan dalam dokumen amdal harus menyeluruh, dari tahapperencanaan hingga tahap eksploitasi. "Nah, sumur Pondok Tengah 01 itu masihtahap eksplorasi, belum tentu berlanjut ke eksploitasi."Mestikah amdal menunggu dulu jatuhnya korban?Jajang Jamaludin, Siswanto, Retno Sulistyowati (TNR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar